Layar smartphone semakin baik, kecepatan prosesornya sudah mencapai taraf bersaing dengan PC, hasil kamera yang bagus, bahkan kecepatan koneksi data yang sangat tinggi. Banyak pekerjaan dan kegiatan yang dulu membutuhkan device-device terpisah, sekarang bisa dikerjakan oleh sebuah smartphone saja.
Rata-rata konsumen ketika ditanya, apa bedanya smartphone flagship (smartphone unggulan) produksi sebuah vendor yang dikeluarkan tahun lalu dan tahun ini, biasanya hanya bisa mengatakan bentuknya berubah, prosesornya lebih cepat, kameranya berubah ukuran megapixel, RAM lebih besar, dll, yang hanya tampak di permukaan spesifikasi.
Perbandingan spesifikasi sebenarnya belum cukup mengungkapkan secara menyeluruh kemampuan dan inovasi sebuah smartphone, paling hanya menggambarkan masuk di level mana smartphone tersebut.
Ketika melihat spesifikasi saja, kita sering terjebak bahwa perubahan atau inovasi sepertinya sudah jalan di tempat, hanya lebih besar, lebih cepat, dan sering juga menjadi tidak fair saat membandingkan sebuah smartphone dengan smartphone lain yang mirip spesifikasinya di permukaan, kemudian membuat justifikasi hanya berdasarkan harga untuk menentukan mana yang lebih layak.
Berbicara level smartphone yang sudah masuk ke level flagship, smartphone yang dianggap sebagai karya terbaik dari sebuah vendor, memungkinkan banyak hal-hal baru yang saat itu baru diperkenalkan, kemungkinan belum bisa dicerna untuk dimengerti sebagai sebuah terobosan yang patut dihargai.
Akhirnya mau tidak mau, untuk bisa melihat lebih menyeluruh apakah sebuah smartphone flagship memiliki inovasi yang baru dan berguna, atau sekedar smartphone dengan spesifikasi yang sedikit lebih baik dari produk tahun lalu, kita harus melihat lebih dalam dan mencoba menyelami dasar pemikiran sang pembuat, termasuk bagaimana smartphone tersebut dirancang dan bekerja.
Samsung baru saja mengeluarkan smartphone unggulannya, Galaxy S7 dan Galaxy S7 Edge. Kedua smartphone flagship ini memiliki spesifikasi yang sama, hanya berbeda dasar pada ukuran dan bentuk layar, juga ukuran kapasitas baterai.
|
Selintas bentuknya mirip dengan flagship tahun lalu, Galaxy S6 dan S6 Edge. Apalagi jika kita hanya melihatnya dari gambar depan, seperti hampir tidak ada yang berubah. Dari melihat gambar, banyak orang mengambil kesimpulan, Samsung tidak melakukan banyak perubahan pada Galaxy S7 dan S7 Edge. Tetapi ternyata dari berbagai tes, review, bahkan membongkar komponen dalamnya, banyak hal baru dan menarik yang dibawa oleh flagship nomor tujuhnya ini.
Desain
Galaxy S6 terutama S6 Edge menjadi titik awal berubahnya gaya desain secara radikal dari Samsung. Ketika pada foto frontal perubahan dari Galaxy S6 ke Galaxy S7 dan S6 Edge ke S7 Edge seperti tidak terlihat, ternyata ketika device dilihat langsung dan digenggam, banyak orang baru mengerti perubahan desain yang terjadi.
Sebenarnya Galaxy S7 series lebih tebal sedikit sekitar 1mm, dari S6 series, tetapi perubahan desain pada bagian belakang yang dulunya flat atau rata, dibuat lebih melengkung, mengubah faktor ergonomik desain. Galaxy S7 dan S7 Edge malah terasa lebih lebih nyaman digenggam.
Lengkung bagian belakang pada Galaxy S7 series membuat penambahan ketebalan tidak terasa, lebih mudah diangkat dari meja, sekaligus membuat lensa kamera tidak menjadi terlalu menonjol (protruding).
|
Perubahan lain pada desain adalah lapisan kaca 2.5D depan belakang yang sekarang lebih melengkung, bahkan melengkung ke semua sisi termasuk sisi atas dan bawah. Lengkungan 2.5D yang lebih lebar ini ternyata membuat device lebih mudah masuk ke dalam saku.
Layar melengkung pada Galaxy S6edge, sebelumnya sudah dianggap teknologi advance karena kesulitan pembuatannya, sekarang pada Galaxy S7 Edge, layar lengkung ini tidak hanya di sisi kiri dan kanan, juga terlihat melengkung di kedua ujung atas dan bawah, menandakan proses 3D thermoforming yang lebih maju sudah bisa dicapai.
IP68 Anti Debu dan Air
Ingress Protection yang disingkat IP, adalah sertifikasi yang diberikan terhadap peralatan yang memiliki ketahanan terhadap kerusakan akibat kemasukan partikel padat, atau cairan, atau keduanya.
Angka pertama setelah huruf IP adalah ketahanan terhadap partikel padat, dan angka kedua terhadap cairan. Skala tertinggi dari partikel padat adalah angka 6, yang berarti device tahan terhadap kemasukan debu yang halus atau kecil. Skala tertinggi dari proteksi terhadap cairan adalah angka 9, ketahanan terhadap cairan bersuhu panas hingga 80 derajat celsius sekaligus tekanan air yang tinggi.
Dengan sertifikasi IP68 berarti Galaxy S7 dan S7 Edge memiliki ketahanan terhadap kemasukan debu, dan sanggup direndam di dalam air di atas 1 meter selama beberapa waktu. Samsung menetapkan kalau device S7 series sanggup direndam sampai kedalaman 1,5 meter selama 30 menit.
Tentu saja Galaxy S7 bukan menjadi smartphone pertama yang tahan air. Pada Galaxy S5 dan beberapa Xperia series dari Sony, kita sudah mengenal fitur tahan air ini. Tetapi ada evolusi teknologi tahan air yang menarik yang dibawa Galaxy S7 series.
Pada Xperia series dari Sony kita sering melihat dua sertifikasi IP, IP65 dan IP68. Device tersebut baru bisa direndam ke dalam air (IP68) jika flap penutup karet benar-benar tertutup rapat. Flap karet ini menutup bagian port dari smartphone yang terbuka seperti usb port dan lubang jack headphone.
Saat penutup karet terbuka, standar IP menurun ke IP65, yang berarti device tidak boleh terendam dalam air, hanya boleh terkena hujan atau air kran yang mengalir tidak kencang. Demikian pula pada Galaxy S5, tutup baterai harus benar-benar diyakini tertutup sebelum bisa diyakinkan tahan untuk direndam dalam air.
Perbedaan proteksi IP68 pada Galaxy S7 series, pertama tidak ada lagi flap atau penutup karet yang disertakan untuk menutup port terbuka seperti USB port, lubang jack headphone maupun lubang mic. Dasar desain metal dan glass unibodi sangat berperan membantu Galaxy S7 series bisa diproteksi lebih, dengan menambahkan lapisan karet proteksi khusus pada pertemuan rangka dan penutup.
|
Setiap port yang terbuka seperti USB port, lubang headphone, diganti dengan material yang tahan karat dengan bahan Nikel dan Platinum. Port yang terbuka ini didesain untuk diberi lapisan karet penahan air. Bahkan pada bagian port penerima listrik ini disertakan sensor kelembaban khusus.
Jika smartphone habis terendam air, ada kemungkinan port USB ini belum kering benar, dan seperti kita ketahui jika listrik dialirkan pada port yang masih basah, ada kemungkinan terjadi korsleting. Ketika port masih basah dan kita mencoba men-charge-nya, maka proses charging akan ditolak dengan pemberitahuan port masih basah, untuk memproteksi smartphone dari hubungan arus pendek.
Bagusnya Galaxy S7 series juga dilengkapi dengan fitur wireless charging, sehingga proses charging sambil menunggu port benar-benar kering bisa tetap dilakukan dengan meletakkannya di atas wireless pod.
|
Kedua, ada lubang yang tidak bisa diproteksi biasa dengan pelapis karet, misalnya lubang mic. Lubang mic jika diproteksi karet, maka suara yang diterima akan terhambat/tertutup. Pada Galaxy S7, digunakan bahan Gore-tex, bahan yang dikenal di dunia adventure yang biasanya dipakai para pendaki gunung dan petualang, untuk memberi perlindungan tahan air pada sepatu, jaket, tas, dll, tetapi tetap 'breathable' atau bisa bernapas.
Bahan ini membuat perlindungan anti air satu arah, dimana air dari luar tidak bisa masuk, sementara panas, keringat dari dalam tetap bisa keluar. Dengan menggunakan bahan Gore-tex ini, lubang mic tetap terbuka, suara bisa masuk, tetapi air tidak bisa.
Inovasi ketiga menjadi bagian tahan air yang berbeda yang dimiliki device Galaxy S7 series, yang bisa jadi akan menjadi standar masa depan bagi device-device lain yang akan membenamkan fitur tahan air. Biasanya walau sebuah smartphone memiliki sertifikasi tahan air, waktu smartphone sengaja diajak untuk digunakan di area yang sangat berair, misalnya di kolam renang, atau saat berendam di bathtub, ketika layar terkena atau terendam di dalam air, fungsi touch screen otomatis freeze atau malah bergerak tidak beraturan.
Tubuh manusia 70% terdiri dari air, dan saat jari kita menyentuh layar, aliran listrik di atas layar berubah karena jari kita merupakan konduktor/penghantar listrik, dan layar sentuh mengenalinya sebagai input. Demikian pula saat air yang juga konduktor listrik mengenai layar, layar sentuh akan mengenali perubahan aliran listrik di atasnya dan melakukan proteksi dengan tidak merespons air tersebut sebagai input, untuk menghindari kumpulan air mengendalikan fungsi smartphone, sehingga tanpa sengaja akan mengaktifkan aplikasi seperti bertelepon, mengirimkan pesan, dll.
Proteksi layar sentuh ini membuat fungsi smartphone menjadi terbatas ketika terkena air, sehingga kebanyakan smartphone tahan air hanya bisa digunakan untuk memotret di dalam air menggunakan tombol hardware yang tersedia, tanpa bisa melakukan aktifitas yang bergantung terhadap input dari jari.
Galaxy S7 menggunakan chip pengontrol sentuhan layar yang baru, yang dibuat oleh Samsung sendiri, yang kini memungkinkan sentuhan jari tetap bisa dikenali saat layar terendam di dalam air. Jadi berbeda dengan kebanyakan device tahan air lain, Galaxy S7 kali ini bisa diajak berendam, berenang, sambil tetap bisa digunakan untuk aktivitas lain selain mengambil foto, seperti menonton film, browsing, membaca buku, dll.
|
Fitur tahan air ini juga memberikan rasa aman, untuk mereka yang banyak bekerja di lapangan, di ruang terbuka, para petualang, bahkan orang biasa sekalipun, karena berdasarkan data, salah satu penyebab kerusakan smartphone tertinggi adalah terkena air.
Kembalinya Memory Card
Sejak dulu keunggulan smartphone flagship Samsung yang dianggap lebih dibanding pesaingnya, iPhone, adalah baterai yang bisa diganti dan tersedianya slot memory card. Saat Galaxy S6 diperkenalkan, kedua fitur tersebut dihilangkan, dan mendapat banyak komentar dari penggemarnya.
Saat itu Galaxy S6 sebenarnya beralih menggunakan memori internal dengan standar kecepatan baru, UFS 2.0, yang lebih cepat dari memori internal yang pernah ada. Kecepatannya yang tinggi menjadi tidak seimbang ketika disandingkan dengan kecepatan memory card yang lebih rendah, dan kabarnya saat itu jika dipaksakan, memory card akan sering crash. Sebagai perbandingan internal memory UFS 2.0, kecepatan random write-nya bisa 28 kali lebih cepat dari memory card eksternal.
Pada Galaxy S7, sudah ditemukan cara bagaimana mengatasi problem tersebut, hal ini juga dimungkinkan karena penggunaan OS Android yang baru, Marshmallow. Pada OS 6.0 ini Google memang baru benar-benar membuatkan dukungan terhadap keberadaan memory card, terutama dengan membuat fitur adoptable storage, dimana memory card eksternal bisa digabungkan menjadi bagian dari internal storage.
Sebenarnya fitur adoptable storage ini lebih dimaksudkan Google untuk mendukung smartphone Android dengan keterbatasan memori internal, misalnya hanya 4 GB atau 8 GB. Ini terlihat lebih jelas karena produk Google Nexus terbaru, seperti Nexus 5X dan 6P sendiri, tidak memiliki slot memory card.
Galaxy S7 dan S7 Edge secara default tidak menyediakan fitur adoptable storage ini. Karena ketika memory card mengadopsi sistem ini, tidak akan bisa dibaca lagi seperti memory card biasa, yang bisa dipindahkan ke smartphone lain atau dibaca via card reader.
Memory card akan menjadi bagian dari internal storage dari smartphone. Setelah menjadi adoptable storage, kecepatan baca tulis memory card juga menurun, karena harus dienkripsi untuk keamanan data dengan enkripsi berstandar 128-bit AES EXT4.
Jika dirasa memory internal 32 GB tidak mencukupi dan pemilik Galaxy S7 atau S7 Edge ingin tetap menggunakan fitur ini, sebaiknya menggunakan memory card dengan kecepatan tinggi, dengan class 10 ke atas atau UHS, dan bisa menggunakan trik ini.
Tidak semua memory card yang ada harus dijadikan adoptable storage, dengan cara di atas, memory card bisa dibagi dua, sebagian untuk adoptable storage, dan sebagian tetap menjadi memory card biasa.
Internal memori berstandar UFS 2.0 di Galaxy S7 dan S7 Edge sendiri juga dienkripsi, seperti yang Google lakukan pada device Nexus 6P dan 5X. Hanya saja dari hasil tes, enkripsi ini membuat kecepatan internal memori di perangkat Nexus turun, sementara di Galaxy S7 dan S7 Edge tidak. Sepertinya para engineer Samsung sudah bisa mengatasi hambatan ini.
Pihak Samsung sendiri merasa 32GB internal memory card sudah mencukupi, dan kebutuhan data plus media, bisa di-cover oleh memory card yang bisa diterima hingga kapasitas 200 GB. Mereka melihat, kebutuhan memory card ini sebagai penyimpan data dan media yang diharap konsumen bisa dipindahkan atau menjadi backup.
Jika diperlukan, sebenarnya tanpa adoptable storage, banyak aplikasi dari internal storage bisa tetap dipindahkan ke memory card melalui application manager, hanya cara ini memang tidak bisa diterapkan untuk semua aplikasi.
|
Galaxy S7 dan S7 Edge, dilengkapi dengan slot hybrid. Slot ini berarti kita bisa memilih menggunakan dua lubang pada tray yang disediakan untuk Dual SIM card, atau 1 SIM card dan 1 memory card. Jika menggunakan Dual SIM card, terpaksa hanya mengandalkan memory internal saja, sementara jika ingin menggunakan memory card, maka hanya bisa menggunakan 1 SIM card.
Kebutuhan Dual SIM card ini cukup populer di negara kita, juga negara Asia lain seperti India dan China. Sedangkan di negara-negara barat, jarang dibutuhkan, karena kebanyakan setiap orang hanya memiliki satu nomor handphone. Kabar baiknya, di Galaxy S7 dan S7 Edge ini, penggantian SIM card sudah menganut sistem hot swap, cukup keluarkan tray, dan ganti kartu SIM card tanpa perlu mematikan atau me-reset smartphone untuk mengenali SIM card yang baru.
Heat Pipe, Pencegah Panas
Prosesor smartphone sekarang semakin kencang, bahkan sanggup memainkan game-game rumit sekelas game konsol. Efeknya, prosesor ini menghasilkan panas yang tinggi. PC yang berukuran besar saja, membutuhkan kipas dan pendingin untuk mencegah prosesornya overheat atau kepanasan.
Prosesor smartphone walau menghasilkan panas yang tinggi, kekurangannya dibanding PC yang memiliki ukuran wadah yang besar, ukuran bodi smartphone sangat kompak dan dipenuhi banyak perangkat di dalamnya. Memasang kipas angin untuk menyalurkan panas keluar seperti pada PC atau notebook adalah hal yang mustahil di dilakukan pada smartphone.
Tahun lalu, walau tidak mendera produk Samsung, banyak smartphone flagship didapati mengalami overheat, sedangkan prosesor yang ada sekarang lebih cepat dibandingkan prosesor tahun yang lalu.
Walau bukan menjadi yang pertama menggunakannya, Samsung dalam Galaxy S7 dan S7 Edge, menambahkan pipa pendingin untuk menyalurkan panas dari prosesor secara cepat. Karena prosesor yang panas atau over heat selain menghasilkan panas yang tidak nyaman terasa di genggaman, juga akan otomatis menurun kinerjanya, atau yang dikenal dengan istilah throttling.
Prosesor yang panas tidak akan bisa bekerja pada kinerja maksimalnya, sehingga kecepatan komputasi akan terganggu karena prosesor terpaksa menurunkan kecepatannya untuk menurunkan panas. Hasilnya aplikasi sering tidak berjalan lancar, atau misalnya pada game akan terasa tersendat atau frame rate yang turun. Suhu yang panas juga akan berpengaruh terhadap konsumsi baterai, yang menjadi lebih boros.
|
Heat pipe berupa pipa pipih berbahan tembaga, diletakkan memanjang di atas prosesor. Di dalam pipa ini terdapat banyak serabut kecil kapiler yang bisa mengalirkan cairan pendingin dengan cepat. Saat melewati prosesor yang panas, cairan di dalamnya mendinginkan prosesor yang panas, kemudian menguap ketika menyerap panas dari prosesor.
Setelah menguap terjadi kondensasi di bagian ujung pipa lain yang lebih dingin, kemudian uap mengembun berubah lagi menjadi cairan dan mengalir lagi ke atas prosesor yang panas, begitu prosesnya berulang-ulang.
Untuk mendinginkan pipa dengan cepat, panas yang dibawa uap tidak hanya disimpan di dalam heat pipe. Di bagian atas dan bawah heat pipe dilapisi lembaran besar grafit dan tembaga, bahan yang dengan cepat menyerap dan mendistribusikan panas agar tersebar merata. Panas dari lembaran ini kemudian diterima body metal dan disebarkan merata di seluruh permukaan smartphone.
|
Dengan cara pelepasan panas ini, beberapa tes memperlihatkan, ketika Galaxy S7 dan S7 Edge digunakan intensif untuk bermain game yang memerlukan rendering kompleks dan menyita kinerja prosesor, suhu smartphone tetap bertahan di 30 derajat celcius lebih. Suhu tersebut tidak akan terasa panas bahkan hangat di genggaman. Tes suhu gaming bisa dilihat di sini.
|
Biasanya pada device lain, penggunaan aplikasi yang meminta kinerja grafis tinggi, akan dengan mudah menaikkan suhu smartphone di atas 40 derajat celcius. Bersamaan dengan tes didapati juga penggunaan baterai pada kinerja tinggi grafis, Galaxy S7 lebih hemat, bahkan ketika digunakan bersamaan gear VR yang menjadikannya device untuk virtual reality yang sangat menyita kinerja prosesor dan menghasilkan panas tinggi, Galaxy S7 bisa tiga kali lebih hemat dibanding flagship sebelumnya.
Sony pada seri Xperia Z5 sebenarnya juga menggunakan liquid heat pipe, bahkan dua buah. Tetapi entah mengapa saat dipergunakan untuk merekam video 4K, setelah beberapa saat, device tetap berhenti karena overheat. Melihat kondisi ini, sepertinya distribusi panas melalui heat pipe pada Galaxy S7 dan S7 Edge lebih dirancang dengan sempurna.
Always On Display
Banyak cara sudah diperkenalkan smartphone untuk melihat data umum semudah mungkin, bahkan hanya untuk melihat informasi jam dan tanggal. Kali ini dunia diperkenalkan dengan always on display, baik oleh Samsung dan LG. Sebenarnya sebelum Samsung dan LG, device dari vendor lain termasuk Motorola juga memperkenalkan fitur mirip seperti ini.
Bedanya untuk menampilkan informasi di layar Motorola, dibutuhkan gesture pemicu seperti mengangkat smartphone, mengeluarkan dari kantung, atau ketika ada notifikasi masuk. Setelah itu informasi always on yang dinamai active display ditampilkan beberapa detik dan kemudian hilang lagi kembali ke layar mati yang blank.
Samsung juga sebenarnya pernah mengaktifkan hal serupa pada smartphone lengkung pertamanya, Galaxy Round. Ketika satu sisi ditekan, yg membuat device bergulir karena bentuk punggungnya yang melengkung, informasi berupa jam dan beberapa notifikasi ditampilkan.
Berbeda dengan konsep always on yang lama, kali ini tidak ada gesture atau trigger yang harus dilakukan, informasi selalu menyala. Anggap saya kita mendapatkan layar yang mati, tetapi ada gambarnya.
Apa sebenarnya guna always on ini? Menurut survey dalam sehari rata-rata setiap orang menyalakan smartphonenya 150 kali, dan di antaranya hanya untuk mengecek jam atau notifikasi. Walau kadang diperlukan saat sedang rapat atau berbicara dengan rekan bisnis, gesture mengecek jam atau menyalakan smartphone untuk melihatnya, bisa disalahartikan sebagai tidak konsentrasi, terburu-buru, atau pembicaraan membosankan.
Dengan always on, kesalahan gesture bisa diminimalisir, karena informasi selalu tersedia. Dengan always on ini juga, saat diletakkan di meja kerja atau di samping tempat tidur, informasi berupa penanggalan atau jam selalu tersedia tanpa harus melakukan aktivitas untuk menyalakan layar smartphone.
|
Berbeda dengan LG G5 yang menggunakan layar IPS LCD yang membutuhkan backlight sebagai penerangan always on, pada Galaxy S7, layar Super AMOLED yang bisa berpendar sendiri di setiap pixelnya memiliki keuntungan tersendiri. Pada layar LCD, harus ditetapkan bagian backlight mana yang menyala untuk informasi always on bisa dilihat, dan untuk menghemat baterai, sedikit mungkin backlight yang harus menyala. Dengan kondisi ini apa yang ditampilkan sebagai informasi always on akan sangat dim dan akan diam di tempat yang sama.
Layar Super Amoled yang bisa berpendar sendiri, juga bisa menampilkan informasi yang tidak plain, tidak hanya huruf berwarna putih, tetapi juga bisa diberi background, misal pola dedaunan atau jaringan kawat. Dan kalau diperhatikan bagian always on ini akan bergerak berpindah-pindah pada layar. Ini untuk menghindari efek ghosting, dimana mungkin pada layar akan terdapat bekas bayangan huruf atau gambar yang selalu tampak, walaupun gambar sudah berganti, karena terlalu lamanya huruf atau gambar yang sama tampil ditempat yang tetap.
Dengan tersedianya theme atau tema untuk tampilan launcher, developer bisa mengembangkan tampilan yang berbeda untuk always on ini.
Gamers, Nikmati Vulkan!
Ketika game digital dimulai, dan game masih sangat simple dengan gambar-gambar yang masih sederhana bahkan dalam bentuk kotak-kotak, para pembuat aplikasi game memiliki akses langsung kepada hardware, misalnya CPU dan GPU (Graphics Processing Unit).
Semakin lama game semakin kompleks, dengan grafik dan algoritma yang semakin hebat, dan tersedia pada banyak platform. Game yang sama bisa ada di konsol, smartphone, tablet, PC, dll. Akhirnya tidak efektif game untuk setiap platform harus dibangun dari awal. Untuk itu developer memerlukan 'middleware' atau penghubung, seperti games engine dan graphic library.
Keberadaan middleware ini menjadi 'jarak' dari developer untuk bisa mengakses dan mengontrol hardware yang tersedia secara langsung, dimana middleware lebih berperan di sini.
Bahasa mudahnya mungkin begini, misalkan kita ingin memesan kaos ke sebuah pabrik. Kita mempersiapkan sketsa dan rancangan seperti apa kaos tersebut nanti jadinya. Tetapi ketika tiba di pabrik, kita tentu saja tidak bisa bicara langsung kepada tukang jahit dan tukang sablon. Kita harus bertemu dengan bagian marketing dan desainer dari pabrik tersebut. Nanti mereka yang mengolah sketsa dan rancangan kita, kemudian menyampaikannya ke tukang jahit dan tukang sablon secara detail untuk menjadikan kaos pesanan kita.
Kita di sini adalah developer, marketing dan desainer adalah middleware berupa game engine dan graphic library, tukang jahit dan tukang sablon adalah hardware.
Game engine mungkin kita kenal dari nama pengembangnya, misal Epic, Unity, Unreal, Quake, Torque, dll, yang masing-masing sering memiliki spesialisasi dari tipe game yang dibuat, misalkan first-person shooter, racing, multiplayer games dll.
Graphic Library di PC kita kenal dengan OpenGL, dan untuk perangkat android dinamakan OpenGL ES. Graphic library ini disediakan oleh Khronos group yang terbentuk dari konstribusi banyak perusahaan, seperti Samsung, Google, Apple, Sony, Nokia, Qualcomm, dll. Bentuk yang mirip dari graphic library ini adalah DirectX dari Microsoft dan Metal dari Apple.
|
Vulkan ini sebenarnya adalah graphic library yang baru, nama sebelumnya adalah next OpenGL. Tujuan utamanya tidak lagi graphic library ini harus berbeda-beda untuk setiap platform, jadi nanti baik untuk PC maupun perangkan smartphone, cukup Vulkan saja tidak perlu lagi terpisah OpenGL dan OpenGL ES.
Graphic Library sendiri sebenarnya adalah API (Application Program Interface) serangkaian instruksi yang bisa 'memerintahkan' hardware harus melakukan apa. Bedanya Vulkan dengan OpernGL yang lama, kali ini developer aplikasi dan game, bisa turut mengontrol seberapa jauh aplikasi mereka menggunakan kemampuan hardware.
Seperti analogi di atas, jika pesanan kita adalah 10 ribu potong kaos, sementara pabrik punya 100 tukang jahit dan tukang sablon, karena kita tidak bisa punya akses ke tukang jahit dan sablon, kita tidak bisa meminta 80 tukang jahit dan sablon mengerjakan pesanan kita agar lebih cepat selesai.
Marketing dan Desainer sebagai middleware, mungkin hanya memerintahkan 20 orang tukang jahit dan sablon yang bekerja untuk pesanan kita, walau sesungguhnya masih cukup resource yang bisa ditambahkan. Untuk mengejar deadline, mungkin 20 tukang jahit dan sablon ini akan diperintahkan kerja lebih keras dan lembur.
Dengan Vulkan, developer bisa merancang aplikasinya bekerja dengan memanfaatkan resource hardware yang optimal. Hasilnya sangat berguna untuk prosesor yang terdiri dari multicores (banyak inti) seperti sekarang, beban kerja bisa dibagi ke banyak prosesor, sehingga dengan dikerjakan bersama selain lebih cepat selesai, tidak ada beban prosesor yang berlebihan sehingga menghasilkan panas atau penurunan kinerja.
Mungkin bagi pengguna awam, banyak yang tidak menyadari bahwa dari hardware yang berbeda, walaupun menjalankan game yang sama, hardware yang powerful bisa melakukan banyak hal saat merender dan menampilkan gambar. Misalkan game balap mobil, pada hardware yang baik, frame per second ditampilkan lebih tinggi, menghasilkan gerakan gambar yang lebih halus.
Hardware yang mumpuni bisa lebih kaya dan realistis menampilkan adegan, misalnya pada game balap mobil, ada rendering refleksi dari langit di kaca belakang mobil, saat tabrakan selain serpihan mungkin keluar asap, saat jalan basah, terlihat refleksi mobil di genangan air dll.
Sementara ketika hardware tidak bisa bekerja optimal, banyak hal-hal tersebut dipangkas, tidak diperlihatkan, bahkan frame rate per detik yang dihasilkan juga dikurangi. Jika sangat kurang fps nya, terlihat gerakan game akan tersendat atau patah-patah.
Dengan Vulkan, distribusi kinerja yang lebih merata kepada multi cores CPU dan GPU akan memungkinkan games ditampilkan lebih realistis dengan rendering yang sangat baik dan detail yang kaya, bahkan lebih hemat baterai dan tidak menghasilkan panas yang berlebihan.
Ini contoh bedanya kinerja Vulkan dan OpenGL ES yang lama.
|
Melengkapi Vulkan, untuk penggemar game, Galaxy S7 dan S7 Edge juga dilengkapi dengan Game Launcher. Semua game bisa dikumpulkan di sini, dan pengguna bisa memanfaatkan fitur game tools yang memungkinkan ketika bermain game, untuk tidak diganggu dengan notifikasi, mengunci tombol back dan recent menu supaya tidak tertekan dengan sengaja saat bermain game, merekam permainan untuk dibagikan atau sekadar mengambil screenshot.
Dengan game tools ini permainan bisa di pause dan game di minimize untuk melakukan aktivitas lain di smartphone, kemudian kembali diteruskan di state yang sama.
|
Penutup
Dari beberapa contoh di atas, ternyata jika digali lebih dalam, inovasi pada smartphone ternyata masih terus bergulir, untuk membuatnya semakin baik dalam kinerja dan semakin berguna membantu kebutuhan banyak orang setiap hari.
Seringkali ketika hanya mengandalkan spesifikasi di atas kertas, kita tidak menyadarinya. Setelah dilihat lebih jauh, ternyata selain inovasi baru, inovasi yang sudah diperkenalkan pun masih bisa dikembangkan lebih baik dan lebih jauh lagi.
Sumber : inet.detik.com
0 komentar:
Post a Comment